RM.id Rakyat Merdeka – Meningkatknya hubungan diplomatik Indonesia dan China dalam 10 tahun terakhir tak lepas karena beberapa Program Strategis Nasional (PSN) dilaksanakan pihak China. Salah satu yang paling fenomenal dan ramai dibicarakan adalah Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Jakarta-Bandung.
Keberhasilan pembangunan kereta cepat yang diberi nama Whoosh ini dikupas Expert KCIC Hanggoro Budi Wiryawan pada diskusi yang digelar Pusat Studi Bahasa Mandarin, Program Studi (Prodi) Bahasa Mandarin dan Kebudayaan China, Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Al Azhar Indonesia (UAI), di UAI Jakarta, Kamis (25/1). Diskusi ini terlaksana berkat kerja sama dengan KCIC dan Internasional Daily News.
“Selama 40 tahun saya menggeluti railway, namun ketika mendapat tugas dari Bapak Presiden Jokowi untuk merealisasikan Kereta Cepat di Indonesia, saya harus belajar dari nol lagi. Karena banyaknya pengetahuan dan teknologi baru dalam transportasi perkeretaapian,” ungkapnya.
Ke depan, lanjut Hanggoro, bukan tidak mungkin kereta cepat akan dilanjut hingga, Jawa Tengah, Yogyakarta, bahkan Surabaya. Namun, belajar dari KCIC Jakarta-Bandung, sumber daya manusia (SDM) Indonesia dan budaya kerjanya perlu ditingkatkan. Apabila dua hal tidak diperbaiki, jangan marah apabila tenaga asing yang melakukannya.
“Melihat peluang tersebut, Universitas Al Azhar Indonesia, sebagai salah satu dari 10 universitas di Indonesia yang memiliki Pusat Studi Bahasa Mandarin, lulusannya memiliki kesempatan berkarier di China atau perusahaan China yang ada di Indonesia,” kata Wakil Presiden Pusat Bahasa Mandarin UAI Murni Djamal.
Dengan tema “Looking at The Potential of Indonesia-China Coorpporation From Jakarta-Bandung High-speed Railway“, lanjut Murni, diskusi ini merupakan kesempatan besar bagi mahasiswa-mahasiswi Al Azhar yang mempelajari Bahasa Mandarin untuk lebih mengenal dan memahami budaya China.
Narasumber yang hadir pada diskusi tersebut adalah Expert KCIC Hanggoro Budi Wiryawan, Managing Director PT Indonesia China Mobile Zhang Dong, Direktur Utama PT Huadian Bukit Asam Power Gu Qiucheng, Social Activist Adi Harsono dan pakar CSIS, Political Science Veronika Saraswati.
“Yang harus dipersiapkan oleh bangsa Indonesia untuk kerja sama ke depannya, baik dengan Tiongkok maupun negara lainnya, dengan mempersiapkan SDM kompetitif dan etos kerja atau budaya kerja bangsa Indonesia agar dapat bersaing di kancah dunia khususnya dengan Tiongkok,” ucap Murni.
Salah satu pembicara dari CSIS Veronika menuturkan, diskusi ini sangat penting dan sebaiknya sering dilakukan. Sebab, diskusi ini bentuk konkret dari penguatan social culture relation antara dua negara yaitu Indonesia dan China.
“Temen-temen mahasiswa Al Azhar keren banget belajar Bahasa Mandarin. Terus belajar, karena hubungan diplomasi yang baik di masa depan juga ditentukan anak-anak muda seperti sekarang. Jadi, saling memahami budaya masing-masing, China dan Indonesia, itu bisa dimulai saling kenal baru saling memahami, maka acara seperti ini sebaiknya sering dilakukan, nanti mengundang teman-teman mahasiswa dari Tiongkok supaya ada interaksi langsung dengan mahasiswa Al Azhar,” ungkap Veronika.
Dari diskusi ini, para pembicara memberikan saran agar lembaga pendidikan atau kampus di Indonesia tidak hanya menguasai atau bisa bahasa dan budaya Mandarin, tapi memiliki Fakultas Transportasi. Dengan begitu, SDM Indonesia unggul dan mengetahui perkembangan teknologi transportasi di dunia.
“Saran dari pembicara diskusi ini akan kami bawa ke pihak Universitas, apakah memungkinkan membuka Fakultas Transportasi di Al Azhar atau membuka program studi teknologi lainnya yang mendukung kebutuhan kedepannya,” ucap Murni.https://akuitwet.com/